Bandung, Inionline.id – Jawa Barat menjadi tuan rumah Cup of Excellence (CoE) 2021, Kamis dan Jumat (27-28/1/2022). CoE merupakan event internasional level paling bergengsi di kalangan industri spesialis kopi yang bertujuan untuk mencari kopi berkualitas tinggi dari sebuah negara penghasil kopi.
Indonesia sebagai negara pertama di Asia yang menyelenggarakan CoE sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu negara produksi kopi terbesar di dunia yang dibuktikan sebagai negara pengekspor kopi peringkat empat dunia di tahun 2021.
Terpilih 32 kopi dari berbagai daerah di Indonesia sebagai CoE Winners, 10 di antaranya merupakan kopi dari Jawa Barat, dua di antaranya berasal dari kopi Wanoja dan satu dari kopi Mahkota, Garut yang telah mengimplementasikan budidaya kopi berbasis konservasi alam atau yang disebut agroforestry.
Memanggapi prestasi tersebut anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa barat H. Supono mengatakan bahwa masalah kopi Indonesia sudah tidak diragukan lagi termasuk Jawa Barat baik secara kualitasnya, sensasi rasanya, variannya, menurutnya, problematikanya adalah tentang pemasaran yang masif agar produk unggulan menjadi komoditas yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakat.
“Berikutnya adalah harga petani jadi bagaimana petani akan merangsang atau terangsang untuk memproduksi menanam kopi jika kemudian harga petani itu tidak signifikan karena itulah harus ada kebijkan dahulu dari entah itu Pemerintah Provinsi atau lainnya, kemudian untuk katakanlah harga satuan kopi itu berapa mungkin itu penting agar petani termotivasi,” kata H. Supono, Rabu (02/02/2022).
Legislator Partai Amanat Nasional ini juga berharap agar kebijakan impor pemerintah sifatnya menjadi pelengkap saja bukannya sebagai perusak harga barang komoditi.
“Impor itu problematikanya, impor itu yang terjadi beberapa komoditas penting itu menguntungkan importir saja bukan kepada petani, seharusnya yang diutamakan petani, saat memang produksi benar-benar sudah tidak memadai impor itu sebagai pelangkap, pemenuh kebutuhan masyarakat agar harga stabil, seharusnya seperti itu bukan menjadi komoditas utama impor kemudian produksi petani menjadi terabaikan dan anjok itu namanya tidak berpihak,” pungkas H. Supono.