TRIBUNJABAR.ID.CIAMIS – Anggota Komisi II DPRD Jabar asal Fraksi PAN, Ir H Herry Dermawan mendesak Gubernur Jabar, H Ridwan Kamil segera menetapkan KLB kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) di Jabar.
Kasus PMK menyerang ternak sapi di Jabar sudah masuk kategori kejadian luar biasa (KLB). Kasusnya sudah ditemukan meluas di Jabar.
Dari 27 kabupaten/kota di Jabar sudah ada 20 kabupaten/kota yang melaporkan secara resmi adanya kasus PMK di daerah masing-masing.
“Kasus PMK di Jabar sudah ditemukan secara meluas. Sudah ada 20 kabupaten/kota yang melaporkan secara resmi adanya kasus PMK di daerah masing-masing. Jadi sudah saatnya Jabar dinyatakan KLB PMK,” ujar Ir H Herry Dermawan, anggota Komisi II DPRD Jabar dari Fraksi PAN kepada Tribun Sabtu (25/6).
Jabar menurut Herry, cukup beralasan dinyatakan sebagai daerah KLB PMK. Salah satunya karena sudah ada 20 kabupaten/kota yang melaporkan secara resmi ada kasus di daerahnya. “Dan saya yakin, kasus PMK ini sudah menyeluruh di daerah Jabar,” katanya.
Dengan dinyatakan sebagai daerah KLB PMK, menurut Herry akan memudahkan dan mempercepat tata kelola penanganan dan penanggulan PMK.
“Terutama menyangkut anggaran. Dengan ditetapkan sebagai KLB, tentu ada pos anggaran yang bisa segera digunakan seperti dana cadangan atau dana tak terduga. Sehingga penanggulangan PMK bisa dilakukan lebih cepat,” katanya.
Alokasi anggaran tersebut bisa digunakan lebih cepat tanpa prosedur yang panjang, seperti untuk pengadaan vaksin, obat, vitamin, sarana/prasarana serta operasional.
“Kami sudah sampaikan hal ini kepada Pak Gubernur. Tinggal sekarang bagaimana tindak lanjutnya,” ujar Herry.
Bagaimana pun juga kasus PMK harus ditangani secepat mungkin agar tidak menyebar luas. Jangan sampai telat.
Tapi persoalan utamanya menurut Herry, tidak adanya nomenklatur anggaran untuk penanggulangan PMK dalam APBD Jabar saat ini. Karena kejadiannya baru sekarang, setelah APBD ditetapkan. “Jalan keluarnya, ya itu tadi tetapkan status KLB. Sehingga dana darurat atau dana cadangan bisa digunakan,” katanya.
Penanggulangan PMK menurut Herry tidak hanya cukup dengan menjaga kebersihan kandang (sanitasi). Tetapi ternak yang sakit harus diobati dan diberi vitamin. Jadi perlu alokasi anggaran untuk membeli vitamin dan obat.
Setelah ada obat dan vitamin, permasalahan muncul. Obat dan vitamin untuk sapi atau ternak yang terserang PMK tersebut tidak bisa dimasukkan ke dalam tubuh ternak melalui mulut (oral).
“Tetapi harus disuntikkan, di injeksi. Jadi dalam hal ini perlu ada tenaga untuk penyuntik. Dan itu juga tentu butuh biaya,” ujar Herry.
Beruntung di Jawa Barat ada sekitar 1.200 tenaga PPL yang bertugas di tingkat desa. Mereka menurut Herry bisa diberi tugas tambahan untuk menyuntikkan obat kepada ternak yang terjangkit PMK.
“Tinggal dilatih selama dua hari, kami yakin mereka para PPL bisa melakukan tugas itu,” katanya yakin.
Penanganan PMK tidak hanya terhadap ternak yang sudah terjangkit agar kembali sehat. Ternak sapi yang sehat juga harus selamatkan dengan pemberian vaksin. Dan pengadaan vaksin itu juga butuh alokasi anggaran.
“Dulu saat puncak-puncaknya penularan Covid-19. Pak Gubernur (Kang Emil) sukses mendatangkan vaksin dari luar negeri. Kami berharap saat menghadapi ancaman penularan PMK ini Pak Gubernur diharapkan pula kembali melakukan hal serupa untuk mendatangkan vaksin PMK,” ungkap Herry.
Disamping itu menurut Herry, Komisi II DPRD Jabar juga akan segera mengundang asosiasi atau himpunan peternak sapi, kerbau, domba maupun kambing. Seperti PPSKI (Perhimpunn Peternak Sapi dan Kerbau Indonesa) maupun HPDKI (Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia) dari daerah kasus di Jabar.
“Kami ini mendengar keluhan atau informasi langsung dari peternak dari daerah-daerah yang ditemukan adanya PMK,” ujar Herry.
Tapi persoalan utamanya menurut Herry, tidak adanya nomenklatur anggaran untuk penanggulangan PMK dalam APBD Jabar saat ini. Karena kejadiannya baru sekarang, setelah APBD ditetapkan. “Jalan keluarnya, ya itu tadi tetapkan status KLB. Sehingga dana darurat atau dana cadangan bisa digunakan,” katanya.
Penanggulangan PMK menurut Herry tidak hanya cukup dengan menjaga kebersihan kandang (sanitasi). Tetapi ternak yang sakit harus diobati dan diberi vitamin. Jadi perlu alokasi anggaran untuk membeli vitamin dan obat.
Setelah ada obat dan vitamin, permasalahan muncul. Obat dan vitamin untuk sapi atau ternak yang terserang PMK tersebut tidak bisa dimasukkan ke dalam tubuh ternak melalui mulut (oral).
“Tetapi harus disuntikkan, di injeksi. Jadi dalam hal ini perlu ada tenaga untuk penyuntik. Dan itu juga tentu butuh biaya,” ujar Herry.
Beruntung di Jawa Barat ada sekitar 1.200 tenaga PPL yang bertugas di tingkat desa. Mereka menurut Herry bisa diberi tugas tambahan untuk menyuntikkan obat kepada ternak yang terjangkit PMK.
“Tinggal dilatih selama dua hari, kami yakin mereka para PPL bisa melakukan tugas itu,” katanya yakin.
Penanganan PMK tidak hanya terhadap ternak yang sudah terjangkit agar kembali sehat. Ternak sapi yang sehat juga harus selamatkan dengan pemberian vaksin. Dan pengadaan vaksin itu juga butuh alokasi anggaran.
“Dulu saat puncak-puncaknya penularan Covid-19. Pak Gubernur (Kang Emil) sukses mendatangkan vaksin dari luar negeri. Kami berharap saat menghadapi ancaman penularan PMK ini Pak Gubernur diharapkan pula kembali melakukan hal serupa untuk mendatangkan vaksin PMK,” ungkap Herry.
Disamping itu menurut Herry, Komisi II DPRD Jabar juga akan segera mengundang asosiasi atau himpunan peternak sapi, kerbau, domba maupun kambing. Seperti PPSKI (Perhimpunn Peternak Sapi dan Kerbau Indonesa) maupun HPDKI (Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia) dari daerah kasus di Jabar.
“Kami ini mendengar keluhan atau informasi langsung dari peternak dari daerah-daerah yang ditemukan adanya PMK,” ujar Herry.